Advertisement
Bandar Lampung - Warga dari tiga kampung di Kabupaten Way Kanan mengadu ke Komisi I DPRD Lampung untuk menuntut hak atas tanah adat (ulayat) yang kini dikuasai perusahaan sawit.
Perwakilan warga dari Kampung Sungsang, Penengahan, dan Kotabumi mendatangi DPRD pada Kamis (13/02/2025) guna memperjuangkan pengembalian tanah leluhur mereka yang telah dikelola perusahaan selama lebih dari 30 tahun.
Penasihat hukum warga, Anton Heri dari YLBH 98, menjelaskan bahwa persoalan ini bermula pada tahun 1991. Saat itu, perusahaan mengajak warga untuk bekerja sama mengelola lahan seluas 1.345 hektare yang rencananya dijadikan perkebunan kakao.
“Pada tahun 1991, PT Arya Kartika meminta izin untuk mengelola lahan tersebut guna dijadikan perkebunan kakao dan kopi. Warga menyetujui dengan kesepakatan lahan akan dikembalikan setelah 30 tahun,” ujar Anton dalam keterangannya kepada awak media, Kamis (13/02/2025).
Namun, dalam perjalanannya, perusahaan mengubah penggunaan lahan. Awalnya ditanami singkong, lalu berganti menjadi nanas, hingga akhirnya pada tahun 1997 ditanami kelapa sawit. Nama perusahaan pun berubah dari PT Arya Kartika menjadi PT Adi Karya Gemilang.
Selama beroperasi, perusahaan hanya mempekerjakan sedikit warga setempat, tetapi warga tidak terlalu mempermasalahkannya. Masalah muncul setelah lebih dari 30 tahun berlalu, ketika perusahaan enggan mengembalikan lahan sesuai kesepakatan awal.
“Berdasarkan kesepakatan, lahan seharusnya dikembalikan ke warga sejak 2021. Namun hingga kini, perusahaan masih menguasainya dengan alasan HGU dan berbagai dalih lainnya,” tambah Anton.
Anton berharap Komisi I DPRD Lampung dapat membantu warga agar tanah leluhur mereka bisa dikembalikan.
“Kami berharap anggota dewan, khususnya Komisi I, dapat memperjuangkan hak warga untuk kembali mengelola tanah adat mereka,” pungkasnya.
Menanggapi aduan ini, anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS, menyatakan pihaknya akan memanggil kedua belah pihak, baik warga maupun perusahaan, untuk mencari solusi atas sengketa tersebut.
“Hari ini kami menerima audiensi dari warga tiga kampung terkait tanah ulayat mereka yang saat ini dikelola perusahaan dengan HGU,” ujar Budiman saat dikonfirmasi.
“Kami akan menjadwalkan pertemuan dengan kedua belah pihak dan meneliti dokumen kepemilikan lahan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan jelas,” tutupnya.