Advertisement
Bandar Lampung - Kelompok Masyarakat (Pokmas) Sadar Tertib Tanah (STT) menolak atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov Lampung yang terkesan memaksakan masyarakat kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, dan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, untuk membayar tanah yang telah mereka duduki selama puluhan tahun.
Hal itu diungkapkan Ketua Pokmas STT, Armin Hadi, pada saat rapat pertemuan dengan masyarakat setempat yang menolak atas kebijakan atau aturan yang telah dikeluarkan pemprov Lampung, Senin (3/11/2024) malam.
Koordinator Divisi Hukum Pokmas STT tersebut, Hermawan, mengungkapan pihaknya ingin semua tuntutan masyarakat dapat di kabulkan dan meminta Pemprov Lampung untuk membatalkan klaim Hak Penggunaan Lahan (HPL) pemerintah daerah diatas tanah negara yang telah diduduki warga berupa lahan atau permukiman sejak 1965.
Menurut Hermawan, pihaknya menilai apa yang dilakukan pemerintah daerah provinsi Lampung tentang penertiban hak pengelolaan lahan dilokasi tersebut cacat hukum karena bertentangan dengan Surat Mendagri/Dirjend Agraria No. BTU.3./505 tanggal 26 Maret 1989, Jo SK Mendagri No.244/DJA/1982.
"Kami bersama Pokmas STT secara terang menolak kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terkait warga harus membayar lahan atau permukiman yang telah diduduki puluhan tahun tersebut berapa pun nilai per meternya. Bahkan menuntut realisasikan hak warga atas tanah yang dikuasai sesuai amanat Surat Mendagri No. BTO 3.50/3-50 JT SK Mendagri C.q. Dirjen Agraria No.224/DJA/1980." ucap Hermawan yang juga Ketua Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I) itu.
Selain itu, Pokmas STT juga telah mengirimkan surat kepada DPD Gerindra Lampung dan diterima langsung oleh ketua DPD Partai Gerindra Lampung terkait permintaan pendampingan penyelesaian konflik tanah seluas kurang lebih 189,4 Ha, di kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru dan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung.
"Kami meminta tanah garapan masyarakat yang telah didirikan rumah tempat tinggal dan tempat usaha yang telah dikuasai terus menerus lebih dari 35 tahun bahkan sudah berdiri fasilitas umum dan sosial, untuk segera menjadi objek reformasi agraria agar dapat disertifikatkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)," tutup Hermawan. (Red)