Advertisement
Lampung - Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung Budhi Condrowati mengecam dugaan kelalaian yang dilakukan RS Mitra Mulia Husada yang menyebabkan pasien meninggal dunia.
“Komisi 5 itu kan sifatnya menengahi dan menjembatani aduan dari masyarakat. Ini kan baru laporan sepihak dari masyarakat nanti kita juga akan memanggil pihak dari rumah sakit. Jadi disinkronkan benar apa enggaknya kalau memang itu benar-benar terjadi, Rumah Sakit harus dievaluasi,” jelas Budhi Condrowati.
Untuk itu, pihaknya akan segera memanggil beberapa pihak terkait untuk dilakukan rapat dengar pendapat. ” Kita kan harus tahu dari pihak sana (RS Mitra Mulia Husada) dengan pihak sini (korban). Jika memang ada kelalaian, harus dievaluasi institusinya. Bisa jadi harus disanksi,” tegasnya.
Hal ini diketahui saat Komisi V DPRD Provinsi Lampung menerima audiensi Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia (Ika BH) terkait dugaan kelalaian pihak rumah sakit dalam penanganan pasien DBD yang mengakibatkan pasien meninggal dunia.
Meidy Muhammad Putra selaku Anggota Ika BH sekaligus Kuasa Hukum Sudirwan, suami korban menceritakan kronologi kejadian, bahwa korban awalnya berobat di klinik Soraya, sampai di klinik tersebut ternyata dokter sedang cuti karena bertepatan dengan hari Idul Fitri.
“Kemudian korban dirujuk ke Rumah sakit penawar Medika di rumah sakit Penawar Medika. Namun dengan alasan fasilitas yang kurang lengkap, jadi klien kami dirujuk ke rumah sakit Mitra Mulia Husada. Nah setelah dirawat sampai di ruang UGD, klien kami diwajibkan untuk rontgen itu harus dibawa ke rumah sakit Asyifa, setelah dilakukan rontgen kembali lagi ke rumah sakit Mitra Mulia Husada,” jelas Meidy, Senin (10/6).
Ketika di RS Mitra Mulia Husada, Suami korban sebenarnya sudah mengingatkan bahwa tabung oksigen yang dipakai oleh istrinya adalah tabung oksigen yang sama dengan dengan yang digunakan pada saat dilakukan rontgen. “Jadi sudah diingatkan oleh klien kami bahwa kadar dari tabung oksigen itu kurang dari setengah dan menunjuk ke angka 600 dan itu membahayakan bagi pasien. Karena sudah dari awal diagnosis utamanya adalah DBD sindrom yang keluhan utamanya berupa demam, lemas dan sesak nafas. Sesak nafas itu yang harusnya menjadi perhatian khusus,” terangnya.
berdasarkan hal tersebut, lanjut dia, suami korban mengingatkan kepada tenaga medis atau kesehatan yang mendampingi istrinya untuk segera mengganti tetapi tidak ada tindakan medis yang signifikan, dan akhirnya pasien meninggal dunia.
“Pihak rumah sakit sendiri tidak menyampaikan bahwa akan memberikan ganti rugi atau santunan tapi hanya menyampaikan akan memberikan tali asih dan menurut kami itu tidak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh klien kami. Ini juga bukan dalam rangka negosiasi, tapi menyangkut nyawa seseorang,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya selaku kuasa hukum korban meminta pertanggung jawaban dari pihak Rumah sakit, sebagaimana dengan pasal 193 undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan, bahwa pihak rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi pasien.
“Korban melalui kamu juga telah membuat laporan ke Polres Lampung Tengah pada beberapa waktu dan kemungkinan dalam waktu dekat akan dinaikkan ke tingkat penyidikan,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya juga meminta beberapa poin dalam hearing dengan Komisi V DPRD Lampung, yakni untuk melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap permasalahan yang menimpa kliennya, melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap izin dan standar operasional pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Mitra Mulia Husada yang beralamat di jalan Proklamator Raya, Bandar Jaya Timur, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.