Advertisement
Umat beragama di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, dihadapkan dengan dua tantangan besar: ekstremisme dan liberalisasi agama. Ekstremisme agama ditandai dengan sikap ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks keagamaan, serta tidak menghormati perbedaan. Sementara liberalisasi agama mengacu pada sikap santai dalam beragama dan tunduk pada budaya dan pemikiran negatif dari luar.
Moderasi beragama menjadi solusi untuk menghadapi dua tantangan ini. Moderasi beragama berarti memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, komitmen kebangsaan, kearifan lokal, dan anti-kekerasan.
Empat Pilar Moderasi Beragama:
Toleransi: Saling menghargai dan menghormati dalam bingkai kemanusiaan. Toleransi merupakan kunci dalam menyikapi perbedaan, seperti dalam mengawali puasa Ramadhan dan Idul Fitri.
Komitmen Kebangsaan: Menyadari bahwa Indonesia bukan negara agama atau sekuler, tetapi negara yang beragam dengan berbagai suku, budaya, dan agama. Pemerintah berperan penting dalam menjaga keberagaman dan keberagamaan ini.
Kearifan Lokal: Menerima tradisi dan budaya luhur yang melekat dalam masyarakat, seperti mudik dan halal bi halal, sebagai identitas bangsa.
Anti-Kekerasan: Menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama. Idul Fitri menjadi momentum untuk menghaluskan hati dan menumbuhkan kecintaan, sehingga anti terhadap kekerasan.
UIN Raden Intan Lampung berkontribusi dalam penguatan moderasi beragama di Indonesia dan menerima penghargaan sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) Paling Responsif dalam Penguatan Moderasi Beragama.
Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat, menjaga hati, perilaku diri, negeri, dan jagat raya. Moderasi beragama mengajarkan tentang perlunya menebarkan kedamaian kepada semua orang, di mana pun dan kapan pun.