KONKRIT NEWS
Senin, Mei 15, 2023, 00:47 WIB
Last Updated 2023-05-14T17:47:55Z
Bandar Lampung

Diskusi Publik FKPPIB: “Kota Baru Kalah Prioritas”

Advertisement


BANDAR LAMPUNG - Anggota DPR RI Asal Lampung Abdul Hakim menilai pembangunan Kota Baru Lampung terbengkalai lebih karena kalah prioritas. Hal itu disampaikan secara virtual dari Yaman, Jordania pada Diskusi Publik bertema “Apa Kabar Kota Baru Lampung” yang diselenggarakan FKPPIB di Bandar Lampung, Ahad (14/5/23). Senator dari PKS itu mengatakan, dari sisi niat awal, gagasan membangun pusat pemerintahan baru untuk Pemprov Lampung sangat baik.


Diskusi Publik Anak-anak Karyawan BUMN ini digelar dalam kerangka mengisi momen Hari Kebangkitan Nasional 2023. Selain Abdul Hakim, hadir sebagai pembahas pada forum ilmiah populer itu Tokoh Lampung Anshori Djausal; Citra Persada, Ketua Ikata Ahli Perencanaan (IAP) Lampung; dan Dian Wahyu Kusuma, Ketua AJI Bandar Lampung. Sementara Selviana dari FKPPIB mengatur traffic sebagai moderator.


Menurut Ustadz Hakim, sapaan akrabnya, gagasan pembangunan Kota Baru Lampung secara substansi memiliki filosofi sangat baik, yakni mengurangi beban Kota Bandar Lampung dan mengurangi kerawanan sosial. Sebab, Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota provinsi dan pusat pemerintahan sudah tidak representatif lagi. Terlebih dengan perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk yang sangat ekspansif.


“Saya menilai gagasan pembangunannya sangat visioner. Bandar Lampung yang sangat dekat dengan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara akan membutuhkan ruang yang lebih lega. Kota baru akan mendorong pertumbuhan kawasan hinterland untuk pemerataan pembangunan perkotaan dan perdesaan. Perencanaan pembangunan pun sudah cukup komprehensif sejak digagas pada masa kepemimpinan Gubernur Sjahroedin ZP.,” kata dia.


Sebagai Wakil Rakyat, Hakim mengaku mengawal seluruk dinamika pembangunan di Lampung. Ia mengatakan, terhentinya pembangunan Kota Baru Lampung sejak pergantian gubernur dari Sjachroedin ke Ridho Ficardo bukan karena perbedaan persepsi.


“Saya melihat, kepemimpinan Gubernur selanjutnya pun, punya komitmen yang sama untuk melanjutkan pembangunan ini, termasuk kepemimpinan Bapak Arinal saat ini. Namun komitmen ini terkendala skala prioritas dan ketersediaan anggaran yang memadai. Termasuk rencana skema pembiayaan yang dirancang dengan skema APBN, APBD, dan investor yang saat itu tersendat,” kata dia.


Meskipun demikian, Hakim mengakui proyek Kota Baru Lampung banyak tantangan. Salah satunya karena ada penilaian bahwa megaproyek senilai Rp1,2 triliun ini beraroma pilitis.


“Membangun proyek visioner begini memang beda dengan proyek reguler seperti pembangunan jalan, misalnya. Sebab, pro-kontranya pasti sangat tinggi. Nah, untuk itu, saya sangat apresiasi diskusi seperti yang dilakukan FKPPIB ini. Ini adalah salah satu upaya untuk mengawal da memastikan suatu rencana pembangunan itu didukung semua elemen sehingga sinergis,” kata dia.


Senada dengan Hakim, Anshori Djausal memberi penilaian yang sama. Dia mengaku terlibat dalam pembangunan Kota Baru Lampung. Ide Kota Baru Lampung itu, kata dia, bukan kebijakan politik, tetapi telah melalui proses kajian selama 20 tahun lebih. 


“Sejak tahun 80-an saya sudah mulai mengkhawatirkan pembangunan Kota Bandar Lampung ke depan. Dan pembangunan Kota Baru Lampung itu adalah rekomendasi utama,” kata Anshori yang juga akademisi, arsitek, budayawan, pelaku usaha itu.


Anshori menambahkan, Gubernur saat itu, Sjahroedin  Zp., memahami tidak mungkin lahan 1.300 ha ini sekaligus rampung. Karena itu pembangunan awal dikonsentrasikan untuk pusat pemerintahan.


“Kota Baru ini tidak mungkin selesai dalam waktu singkat, butuh 20-30 tahun ke depan. Anak-anak muda seperti anggota FKPPIB ini harus tahu sejarah dan alasan pembangunan Kota Baru ini. Saya berharap salah satu dari anggota FKPPIB bisa jadi kepala daerah yang melanjutkan Kota Baru Lampung,” kata dia.


Sementara itu, Pakar Perencanaan Wilayah yang juga Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Lampung Citra Persada mengatakan Kota Baru Lampung dibangun tergesa-gesa. Menurutnya, sebagai proyek percusuar berupa fasilitas publik, Kota Baru Lampung seharusnya disiapkan secara bertahap dan sistematis. Bukan hanya perencanaan fisik, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan aspek-aspek lain, tetapi aspek politis juga harus sudah klir.


“Berdasarkan dokumen pemerintah yang ada terlihat bawa perencanaan pembangunan Kota Baru Lampung kurang persiapan dimana dokumen perencanaannya belum selesai. Rencana pembangunan Kota Baru harusnya masuk ke dalam rencana pembangunan jangka panjang,” kata dia. 


Citra mengatakan, ada penelitian yang mempelajari dokumen Kota baru Lampung, banyak stakeholder yang memiliki kepentingan belum berjalan bersama. Citra tidak memasalahkan yang sudah berlalu, tetapi mengusulkan ke depan setiap langkah strategis harus disinergikan secara baik.


“Bagaimana kpembanguna kota baru itu menjadi pembangunan yang luas dimana harus saling bersinergi dengan kawasan sekitarnya. Kelembagannya sendiri harus secara teknis memahami bagaimana harusnya perencanaan pembangunan kota baru, kemudian sisi anggaran,” kata dia.


Diskusi yang diikuti kalangan muda dari berbagai elemen itu berlangsung interaktif. Peserta silih berganti melontarkan pertanyaan dan tanggapannya tentang kondisi pembangunan Lampung pada umumnya.


Salah satu penanya, I Made Aditya dari unsur Serikat Pekerja mengatakan pembangunan Kota Baru Lampung berdampak langsung kepada banyak pekerja. Pekerja di PTPN VII yang lahannya sebagian digunakan pada proyek itu terimbas karena harus dipindahkan ke tempat kerja lain sehingga terpisah dari keluarga.


“Mirisnya, pekerja terdampak tetapi pembangunannya macet. Ini kan kasihan. Nah, kami berharap ini tidak terjadi lagi dengan rencana Pemprov yang akan membangun Sport Centre di lahan karet PTPN VII,” kata dia. (*)