KONKRIT NEWS
Jumat, Mei 19, 2023, 14:37 WIB
Last Updated 2023-05-19T07:37:37Z
edukasi

Diskusi FKPPIB: “Mampukah Pemuda Mengisi Bonus Demografi?”

Advertisement


BANDAR LAMPUNG -- Seri Diskusi Forum Komunikasi Putera-Puteri Indonesia Bersatu (KPPIB) terus bergulir. Kali ini, LSM Anak-Anak Karyawan BUMN ini membedah tema “Pemuda dan Bonus Demografi Indonesia” bersama Cendekiawan Anshori Djausal di Bandar Lampung, Kamis (17/5/23). Beberapa tokoh pemuda dan anggota FKPPIB hadir untuk mengkancah berbagai fenomena, proyeksi, strategi, tantangan, dan dan masa depan generasi muda mengisi “ruang waktu” bernama bonus demografi Indonesia.


Data dari Dirjen Dukcapil, pada 2022 penduduk Indonesia sebanyak 275 juta jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 69 persen adalah penduduk usia produktif. Yakni, usia antara 15 sampai 65 tahun. Dominasi penduduk usia produktif ini menjadi faktor keuntungan ekonomi karena tingkat ketergantungan penduduk usia non produktif lebih sedikit atau bonus demografi.


Diskusi tentang bonus demografi ini dinilai penting oleh FKPPIB sebagai organisasi yang beranggota anak-anak muda. Menurut Anshori Djausal, anak muda mesti mawas diri dengan kehadiran masa bonus demografi Indonesia ini. Sebab, jika terlena pada masa bonus demografi, dampaknya sangat sistematis pada generasi masa mendatang.


“Hidup memang terasa mengalir begitu saja. Bagi anak-anak muda, saat ini boleh dibilang sebagai masa yang baik karena segala sesuatu cukup stabil. Tidak ada gejolak berarti. Tetapi, jika situasi ini tidak diantisipasi dengan baik, masa dekan generasi mendatang akan mengalami masalah serius dan sistematis. Maka saya anatusias diajak diskusi oleh FKPPIB soal ini,” kata tokoh Lampung yang juga budayawan ini.


Bang An, sapaan akrabnya mengemukakan, kepedulian pemuda untuk membangun peradaban yang lebih konstruktif saat ini cukup mengkhawatirkan. Kebanyak organisasi pemuda saat ini, kata dia, lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan pragmatis. Antara lain partisan kepada salah satu parpol, mengorganisasi kepada suatu kelompok dengan orientasi kepentingan tertentu, mengikat kepada atnik, dan berbagai komunitas eksklusif. Sementara yang peduli dengan aspek-aspek kebangsaan sangat jarang.


“Saya apresiasi kepada anak-anak muda di FKPPIB. Kalian harus menjadi katalisator bernuasan kebangsaan yang bebas nilai. Teruskan forum-forum kritis tentang apa saja yang memang punya misi untuk perbaikan. Jangan terpengaruh oleh ajakan atau rayuan untuk masuk ke suatu golongan yang akhirnya jadi partisan,” kata dia.


Terkait dengan isu bonus demografi, Bang An mengingatkan agar pemuda lebih antisipatif terhadap masa depan bangsa ini. Ia mengakui, kreativitas anak milenial saat ini sangat dinamis dan cenderung melewati ekspektasi sebagian orang. Namun, dia melihat fenomena ini belum cukup untuk menjawab tantangan bonus demografi.


“Kalau saya lihat, anak muda sekarang sangat progresif dalam hal kreativitas. Namun, dinamikanya masih berkutat kepada tren-tren mutakhir yang bersifat sementara. Saat ini, ketika anak muda sulit mencari pekerjaan, mereka beramai-ramai menciptakaan lapangan pekerjaan. Tetapi, lapangan yang dia ciptakan relatif ikut-ikutan,” kata cendekiawan yang berlatar insinyur dan menjadi dosen Unila ini.


Ia mencontohkan, saat Covid 19 menyerang dan ekonomi hampir lumpuh, industri kuliner menjamur. Pencetusnya didominasi oleh anak-anak muda yang membuka cafe, warung, tempat nongkrong, spot pariwisata, hingga lesehan dan angkringan. Namun, sangat sedikit pemuda yang membangun ekosistem bisnis maupun sosial yang berbasis ilmu pengetahuan.


“Sulit kita menemukan pemuda yang benar-benar memikirkan dan bergerak di bidang usaha yang sistemik. Mereka ramai-ramai buka kafe dan bisnis kuliner. Beberapa bulan kemudian tutup. Nggak banyak yang tertarik ke usaha yang sistemik, misalnya bersinergi untuk membangun perkebunan kopi, vanili, atau lainnya. Nah, jika meremehkan bonus demografi ini, kita akan berat di generasi berikutnya,” kata dia.


Menurut Bang An, bonus demografi ini adalah “periode emas” untuk mengakselerasi kemajuan Bangsa Indonesia. Pada periode ini seharusnya pemerintah memberi insentif yang besar kepada para pemuda untuk membangun pondasi ekonomi melalui penguatan performa ekonomi industri.


Sementara itu, Ketua Umum FKPPIB Tezza Aldiano mengatakan, FKPPIB sebagai organisasi anak milenial dengan latar belakang pendidikan beragam terus membangun sinergi dengana berbagai kalangan. Ia menyebut, saat ini telah terbentuk kepengurusan di empat provinsi Lampung, Sumsel, Bengkulu, dan Jawa Barat.


“Kami siap bekerjasama dengan semua kalangan untuk menjadi bagian dari solusi masalah bangsa. Baik dari pemerintah, Kementerian BUMN, dan lembaga lain mewujudkan Indonesia Emas,” kata mahasiswa Itera ini. (*)