Advertisement
Penulis: Jupri Karim, Ketua Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum |
Publik sedang menakar sikap dan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) pada pusaran kasus rektor non aktif Karomani.
Langkah hukum yang diajukan oleh rektor non aktif Universitas Lampung Prof. Dr. Karomani, M.Si. ( kang Aom) diantaranya adalah pengajuan justice colaborator atau kerja sama dalam proses penegakan hukum.
Berdasarkan undang-undang ada beberapa hak seorang tersangka atau terpidana antara lain berhak mengajukan justice colaborator.
Terlepas diterima atau tidaknya pengajuan JC Aom beliau harus bersikap jujur dan berani membeberkan siapa saja yang terlibat, masak iya cuman Desfiandi saja penyuapnya? Sementara banyak sekali yang diduga terlibat mulai dari kepala.daerah dan mantan kepala daerah, DPR RI dan mantan DPRI serta tokoh masyarakat. Kapan KPK mebuka 33 nama-nama tersebut?
Penegakan hukum selain adil juga harus transparan.
Jangan sampai karena ada tokoh yang diduga terlibat pada kasus tersebut imajinatif dengan merekayasa kwitansi, bukti-bukti penyumbang/ penyuap pada pembangunan gedung Lampung nahdliyin center ( LNC), ini menjadi tambah berat hukuman pak Aom nanti. Apa adanya saja beliau ungkap karena jujur itu hebat.
Sampai saat ini kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tinggi, oleh karenanya lembaga anti rasuah itu tidaklah terlalu berlebihan jika dianggap oleh publik sebagai garda utama dalam penegakan hukum bidang korupsi, artinya trust publik masih tinggi.
Atas trust masyarakat tsb, sebenarnya beban bagi KPK untuk mempertahankannya, karena mempertahankan lebih berat dari pada meraihnya.
Kembali tentang proses Aom pasca operasi tangkap tangan( OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) saat ini telah meningkatkan proses mereka ( ter OTT) sampai ke penyidikan dan menetapkan 4 orang TSK termasuk Pak Karomani.
Pertanyaanya cukupkah sampai di sini? Jawabannya tentu tidak proses hukumnya tetap kepenuntutan dan berakhir di pengadilan,karena setiap orang sama di depan hukum (equality before the law).
Nah menuju itu ( pengadilan) mungkin KPK tengah bekerja keras melengkapi bukti-bukti dan saksi-saksi.
Satu lagi pertanyaan penting publik siapa saja yg terlibat dalam pusaran kasus tersebut?
Berdasarkan regulasi, antara yang menberi dan menerima serta perantara semua harus dijerat hukum, karena sama-sama merusak tatanan. Publik menyimak keterangan tersangka ( Aom) dan pengacaranya, bahwa di dalam berkas acara pemeriksaan ( BAP) di KPK tersangka sudah menyebut sebanyak 33 orang diduga menyuap dan dalam BAP.
Masalahnya siapakah mereka itu? Bagaimana tindak lanjutnya? Pada titik ini adalah yang menarik jangan-jangan ada sosok yang berpengaruh sehingga KPK ragu-ragu mengusut dan membongkarnya?
Jika tidak, mengapa nampaknya enggan sekali KPK mempublisnya? Ini pertaruhan bagi reputasi KPK, mengingat yang ditangkap adalah salah satu tokoh penting bidang pendiidikan yang semestinya memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat, karena perguruan tinggi adalah tempat mencetak anak bangsa yang diharapkan dapat melahirkan generasi cerdas berintegritas yang bisa memegang estafet kepimpimpinan pada setiap lembaga negara atau di mana pun lebih baik dari masa ke masa.
Gerakan revolusi mental yang canangkan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo ( Bapak Jokowi) yang paling pokok adalah bagaimana menhilangkan mental koruptif banyak pihak yang telah merambah masuk sampai ke lembaga pendiikan.
Semangat pemerintah dalam melawan korupsi harus kita dukung karena korupsi adalah kejahatan luar biasa ( exstra ordinary crime ) pungkas aktivis yang pernah membuat gempar tanah air karena berani menggulingkan ketua KPU RI Arief Budiman dalam sidang DKPP beberapa tahun yang lalu itu.
Jika KPK tidak ingin kehilangan kepercayaan publik, ayolah buka saja dan langsung tersngkakan! Ujar mantab aktivis mahasiswa tahun 98 itu.
Betapun kita harus tetap aprisiasi langkah-langkah dari KPK selama ini yang banyak meng OTT dan mentersangkan para koruptor yang setiap berakhir di pengadilan tidak pernah lolos dari vonis bersalah.
Namun demikian publik tidak boleh diam karena dalam proses penegakan hukum ada ruang partisipasi masyarakat.
KPK ini lahir dari reformasi tahun 1998 yang merupakan suara dari masyarakat.
Biaya opersionalnya pun cukup besar juga bersumber dari uang rakyat. Kami rakyat ihklas untuk membiayai KPK megskipun besar asalkan bisa membrangus para koruptor dengan efektif, objektif dan transparan. Ujar staf pengajar di Universitas ternama di Lampung itu.
Penulis: Jupri Karim