Advertisement
Sulawesi Tenggara - Gerakan masyarakat peduli hukum (GEMPIH) Sulawesi Tenggara (SULTRA) Akan melaporkan PT. Dwimitra multiguna sejahtra di Kementrian lingkungan hidup dan Kehutanan RI (KLHK RI) atas dugaan pengerusakan hutan mangrov di Desa Tokowuta, kecamatan Lasolo, kabupaten Konawe Utara (KONUT).
Iwan Setya Wakil ketua gerakan masyarakat peduli Hukum Sulawesi Tenggara (GEMPIH SULTRA) mengungkapkan "Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis binatang dan tumbuhan termasuk manusia yang hidupnya tergantung pada ekosistem mangrove.
Pada saat ini masih banyak orang yang tidak mengetahui bagaimana pentingnya hutan mangrove dalam mata rantai kehidupan di alam ini Sebagian orang berpendapat bahwa pemanfaatan hutan mangrove semata-mata hanyalah sebagai hutan untuk menunjang kebutuhan hidupnya, sehingga peranan yang multi-kompleks dalam rangkaian sistem ekologis dari hutan mangrove tidak terpikir Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang memerlukan lahan permukiman, pertanian, perindustrian dan fasilitas lainnya, maka konversi hutan mangrove makin meningkat.
Naas dan berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di kabupaten konawe utara (KONUT) khususnya di desa tokowuta kecamatan lasolo, Hutan mangrov diduga dirusaki dan dijadikan terminal khusus bagi perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan ore nikel dalam hal ini PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera (DMS). Katanya.
Lanjut, Kami menyayangkan ulah perusahaan tersebut yang diduga telah meramba hutan dan merusak hutan mangrove untuk di jadikan terminal khusus.
Dirinya akan melaporkan kepada pihak yang berwenang karna hal tersebut berakibat pidana
Ini adalah kejahatan yang nyata di mana kita tau berdasarkan data di lapangan lokasi jetty itu adalah hutan mangrove, dan kita sayangkan ada upaya penghilangan hutan mangrove itu, di tambah lagi disana ada upaya perambahan hutan. Ungkapnya
Iwan Setya yang merupakan masyarakat disana melanjutkan "Berdasarkan UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, diantaranya mengatur tentang larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut tertinggi. Larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang pada pasal 50 Undang - Undang kehutanan dan diatur pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda 5 milyar,".
Pihaknya akan segera melaporkan ke pihak gakum KLHK agar segera di proses sesuai ketentuan yang ada. Tutup dia. (Rls/KN)