Advertisement
BANDARLAMPUNG - Ratusan Dokumen pembuktian diserahkan PT HIM di persidangan PTUN Bandarlampung perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL tentang gugatan 5 (lima) keturunan Bandardewa terhadap HGU PT HIM itu. Namun diduga isi dokumen-dokumen Itu melenceng jauh dari materi Gugatan.
Hal tersebut disampaikan oleh ketua tim kuasa hukum ahli waris 5 keturunan Bandardewa Joni Widodo SH MH di area PTUN Bandarlampung, usai sidang pembuktian. Kamis (11/11).
Menurut Joni Widodo, Bukti-bukti yang diserahkan tergugat II Intervensi tersebut tidak ada kaitannya dengan obyek gugatan penggugat. Mengarah ke objek lain, bukan objek 5 keturunan Bandardewa. Surat ganti rugi juga bukan dari lima keturunan Bandardewa tetapi dari kampung lain, diantaranya Menggala dan Penumangan.
"Lahan dengan luasan yang sama pun nominal ganti ruginya tidak sama, berbeda-beda," urai pengacara dari kantor hukum Justice Warrior kota Metro.
Berdasarkan hasil pengamatan penggugat, sambung Joni Widodo, sidang penyerahan bukti yang disampaikan oleh tergugat II Intervensi adalah sesuatu yang absurd, mengada-ada dan diluar alam pikir orang sehat. Bagaimana tidak, obyek yang digugat oleh penggugat dan menjadi sengketa adalah Pal/KM 133-139.
"Dalam kenyataan yang kami lihat dan teliti dalam penyerahan bukti, ternyata tergugat II Intervensi memasukkan bukti-bukti yang berada diluar gugatan," rinci Joni Widodo.
Sidang dipimpin ketua majelis hakim Yarwan SH MH berjalan dengan lancar, dihadiri lengkap oleh penggugat (5 keturunan Bandardewa), tergugat I (BPN RI), tergugat II (BPN Tubaba) dan Tergugat II Intervensi (PT HIM).
Setelah menerima dan meneliti setiap berkas yang diserahkan tergugat II Intervensi, Ketua majelis hakim kembali menjelaskan, bahwa pada Senin tanggal 15 November 2021 pihaknya tetap akan menggelar sidang pengadilan di lokasi/tempat objek perkara berada (descente), guna melihat keadaan atau memeriksa secara langsung objek tanah yang menjadi perkara.
Pada Sidang di tempat yang diagendakan dimulai jam 9 pagi itu, majelis hakim memastikan hanya akan memeriksa lokasi yang masuk dalam materi gugatan.
Kemudian, Kelancaran Akses masuk Lokasi menjadi tanggungjawab kuasa hukum tergugat intervensi II.
Lalu, Kondusifitas keamanan pihak 5 keturunan Bandardewa, Tanggungjawab penggugat.
Diakhir sidang, Ajuan penggugat atas kehadiran saksi ahli Prof. Bagir Manan pada sidang keterangan saksi Kamis (18/11) mendatang via zoom disetujui oleh ketua majelis hakim, dikarenakan ada ruang sidang khusus zoom di PTUN Bandarlampung.
"Kita (PTUN Bandarlampung) ada ruang khusus untuk sidang online," tutur ketua majelis hakim, Yarwan SH MH.
Dari tempat terpisah, menanggapi suasana persidangan hari ini, kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi kembali mengenang masa-masa ketika PT HIM mengalihkan issu dan mengulur-ulur waktu dengan mengangkangi rekomendasi Komisi II DPR RI dan Komnas HAM. Sobrie mengatakan bahwa hal tersebut sebagai siasat lama PT HIM.
"Tergugat Intervensi II sudah memainkan kembali peranan dan cara-cara lama (ketika kasus sedang difasilitasi Komisi II DPR RI dan Komnas HAM) mengalihkan issu dari pokok perkara dan mengulur-ulur waktu untuk cari siasat agar kasus ini dapat digagalkan kembali," ulas mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah itu.
Sobrie melanjutkan, Fokus kami yang harus dijadikan perdebatan untuk dibuktikan dan fakta sudah dapat diambil kesimpulan dari peta Rincikan PT Huma Indah mekar dan sertipikat HGU No 16 tahun 1994 adalah:
Pertama, Sertipikat HGU No 16 tahun 1994 bahwa tanah masyarakat 5 Keturunan Bandardewa yang masuk HGU adalah 206 hektar.
Kedua, Berdasarkan peta Rincikan PT Huma Indah mekar, fakta di lapangan tanah 5 Keturunan Bandardewa yang dikuasai dan ditanam karet Pal/Km 133-138 luasnya 1.307 hektar, diluar areal tersebut juga ditanaminya karet.
Ketiganya, Didalam peta tersebut nama-nama penerima ganti rugi, bukan masyarakat ahli waris 5 keturunan Bandardewa, khususnya pal/km 133-139.
Makanya pada tahun 2008 rekomendasi Komisi II DPR batas HGU PT HIM harus dikembalikan disesuaikan dengan ijin/diukur ulang. Namun konspirasi oknum-oknum aparat pejabat BPN, Pemkab Tulangbawang dan untuk memenuhi permintaan direktur PT HIM ukur ulang tersebut dijegal. Lalu pada 18 Desember 2008 direktur PT HIM langsung mengajukan perpanjangan masa berlaku hak kepada Bupati Tulangbawang.
Atas desakan ahli waris 5 keturunan Bandardewa, Bupati Tulangbawang menggganggarkan kembali dana ukur ulang sejumlah Rp 268 juta dalam Perubahan APBD TA 2009.
Sampai berakhirnya TA 2009 dan terjadinya pemekaran kabupaten Tulangbawang, ukur ulang tersebut kembali dijegal. Patut diduga, dana ukur ulang yang telah di programkan dalam APBD 2008 dan 2009 fiktip.
Kemudian, secara berturut-turut Bupati Tulangbawang memberikan rekomendasi dengan surat tanggal 14 Desember 2009 Nomor 593/457/1.03/TB/2009.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Lampung tanggal 23 Desember 2009 Nomor 525.26/139/D/2009.
Bupati Tulangbawang Barat dengan surat Tanggal 10 Juni 2010 Nomor 593/81.A/1.01/tbb/2010 menyusul memberikan rekomendasi terhadap tanah yang sedang sengketa dan difasilitasi Komisi II DPR RI untuk menyelesaikan secara damai.
Akhirnya indikasi adanya Mafia Tanah dibalik HGU PT HIM terungkap dari Jawaban tergugat I (BPN RI) tanggal 7 Oktober 2021, khususnya halaman 19-20 dalam perkara Nomor 39/G/2021/PTUN BL. Anehnya, permohonan perpanjangan HGU PT HIM yang telah disampaikan sejak tahun 2008, namun baru 5 (lima) tahun kemudian dikeluarkan, dengan terbitnya keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 35/HGU/BPN RI/2013 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu hak guna usaha Atas nama PT Huma Indah Mekar.
"Menurut saya, dari segi administrasi negara hal ini patut dipertanyakan. Pengurusan perpanjangan ijin yang sudah diberi rekomendasi oleh Bupati sejak 2009 tapi baru diterbitkan oleh BPN RI setelah tahun 2013. Padahal masa berlaku haknya baru akan berakhir 31 Desember 2019," rinci Achmad Sobrie.
"Kita berharap dengan adanya pemeriksaan setempat oleh majelis hakim, semuanya akan lebih terang benderang bahwa data-data atau dokumen-dokumen yang disampaikan Tergugat II Intervensi ke majelis hakim tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," tutur Sobrie mengakhiri tanggapannya.(Rls/KN)