Sabtu, Oktober 10, 2020, 00:30 WIB
Last Updated 2020-10-09T17:30:32Z
Berita

Kita Harus Berdaulat Di Negeri Sendiri

Advertisement

Penolakan berbagai pihak ihwal Omnibus Law terjadi di berbagai daerah. Hal itu karena banyak pihak yang menganggap UU tersebut terlalu berpihak kepada investor.

Programme Officer ILO Country Office untuk Indonesia dan Timor Leste Irham Saefudin menyampaikan ada sejumlah hal yang memicu kemarahan publik. Hal itu disampaikan dalam Dialog Klasika bertajuk UU Omnibus Law untuk Siapa?, Jumat, 9 Oktober 2020.

Ia mengatakan proses pembahasan RUU itu menjadi sebuah UU tidak transparan. Kemudian ia menganggap UU tersebut terlalu memberikan privilege kepada investor dalam menanamkan modal. Kemudian UU itu juga banyak menyerahkan aturan kepada aturan turun seperti peraturan pengelola.

Dampak positif dari UU itu bagi pertanian adalah bisa meningkatkan produksi hasil tani karena modernisasi alat. Namun, hal itu mengakibatkan petani bisa tergantikan oleh mesin dan hanya menjadi penonton.

"Kita harus berdaulat di negeri sendiri, mari sama-sama mengkritisi dan saling melindungi," kata dia.

Sementara, Wakil DPP Sarbumusi Sukitman Sujatmiko dalam diskusi itu menyinggung tentang perdebatan hilangnya UMP. Menurutnya, dalam UU itu memang hanya menghilangkan upah sektoral bukan UMP dan UMK. Namun ada perubahan dalam mekanisme penetapannya.

Ia menuturkan, dalam UU tersebut UMK tetap ada dengan persyaratan tertentu yang ditentukan dalam peraturan pelaksana. Padahal untuk menentukan UMK, dalam aturan lama harus melalui survey kehidupan layak.

"Jadi masih ada sebenarnya aturan yang disembunyikan oleh pemerintah dan hanya disampaikan sebagian," jelasnya. (")