Advertisement
Foto Ilustrasi |
Lampung - Penghentian proyek infrastruktur jalan menuju lokasi teropong bintang oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi terkesan menguji 'power' Institut Teknologi Sumatra (ITERA) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai penggagas pembangunan teropong bintang di Bumi Ruwa Jurai.
"Mana nih suara ITERA dan ITB sebagai penggagas pembangunan teropong bintang. Ayo dong perjuangin gagasannya demi kemajuan dunia pendidikan di Lampung," kata ketua DPD I Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Provinsi Lampung, Edwinata, Selasa (4/2/2020).
Semestinya, pemprov Lampung memiliki peran perbantuan untuk mewujudkan pembangunan yang partisipasi pembiayaannya melibatkan beberapa negara di asia.
Peran pemprov Lampung, kata dia, hanya membangun akses jalan dan infrastruktur lainnya di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Wan Abdul Rachman lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal ini sebagai wujud kerjasama ITERA, ITB dan Pemprov Lampung yang hasilnya sangat ditunggu oleh masyarakat.
"Pemprov Lampung jangan GR seolah memiliki peran tunggal dalam melakukan pembangunan Teropong Bintang," ungkap Edwin.
Sinergitas antara lembaga vertikal hendaknya diletakan pada program-program produktif yang mendorong Lampung menjadi pusat perkembangan IPTEK.
Misalnya, ia mencontohkan, hadirnya observatorium (teropong bintang) dan lembaga-lembaga IPTEK lainnya.
"Jadi pemerintah pusat harus mengambil alih disharmoni yang terjadi dalam program observatorium di Lampung agar tidak ada lagi hambatan ego antar lembaga," ungkap dia.
"Dengan kendali sinergi ditangan pusat, bantuan-bantuan internasional dalam hal pengembangan IPTEK di Lampung akan lebih dipercaya. Tentunya, konflik seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari," ujarnya.
Sambung Edwinata, Teropong Bintang atau Lampung Astronomical Observatory (LAO) yang sudah menghabiskan anggaran puluhan milyar ini yang mulai dilakukan pembangunannya tahun 2018 lalu. Namun saat ini dinyatakan haram untuk dilanjutkan pembangunannya oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi karena berada dalam lahan konservasi, padahal semenjak dirancang sampai pada proses pembangunannya pemerintah provinsi Lampung sebelumnya sudah melakukan kajian dan telah sesuai dengan Permen LHK nomor 7 tahuan 2019 perubahan atas permen nomor 27 tahun 2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
"Dibolehkan kawasan hutan dimanfaatkan, termasuk didalamnya pembangunan sarana meteorologi, klimatologi dan geofisika. Semoga kebijakan yang akan diambil oleh Gubernur Lampung saat ini bukan karena sentimen pribadi ketidaksukaan atas gubernur Lampung sebelumnya," pungkas Edwinata. (Red)