Advertisement
Bandar Lampung -- Korupsi merupakan tindak pidana yang paling mengerikan dalam praktik demokrasi di negeri ini, banyak proses pemerintahan yang bermasalah diakibatkan karena banyaknya oknum-oknum pejabat pemerintah yang melakukan tindak pidana korupsi. tindakan korupsi tersebut sering ditemukan di dalam pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah bahkan sudah banyak kepala daerah di negeri ini yang tersangkut perkara tindak pidana korupsi hal itu tentu berdampak sistemik bagi penyelenggara pemerintahan dan oleh karenanya tindakan korupsi harus menjadi musuh bersama masyarakat Indonesia.
Khususnya Lampung dalam menjalankan roda pemerintahannya juga tidak luput dari praktik-praktik memalukan tersebut diduga banyak indikasi korupsi di tubuh pemerintahan di Provinsi Lampung. Akhir-akhir ini terjadi keresahan masyarakat Lampung terkait adanya tindakan korupsi yang memalukan. Hal ini disebabkan bukan hanya terkait adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat di lingkungan pemerintahan Lampung tetapi juga tentang penanganan yang terkesan kurang serius oleh pihak yang berwajib sehingga mengakibatkan mangkraknya setiap kasus yang ada.
Salah satunya adalah menyoal dugaan tindak pidana korupsi dalam penetapan honorarium penyusunan rancangan peraturan daerah, rancangan peraturan Gubernur, dan tim evaluasi raperda APBD kabupaten/kota pada sekretariat daerah provinsi Lampung tahun anggaran 2015.
Masyarakat Lampung merasa terkejut dengan kinerja kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang terkesan lambat dalam menangani kasus dugaan korupsi atas penetapan honorarium Tim Raperda maupun Rapergub Evaluasi Rancangan APBD Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung TA 2015.
Lembaga penegak hukum ini sebelumnya sejak tanggal 30 November 2016 terhitung hingga saat ini telah mengeluarkan empat surat perintah penyidikan (sprindik), akan tetapi hingga saat ini perkara tersebut berwarna Abu-Abu alias tidak jelas muaranya berlanjutkah ataukah berhenti.
Kemudian Perkara tersebut juga terindikasi melibatkan Arinal Djunaidi yang pada tahun 2015 menjabat sebagai Sekda Provinsi Lampung dan kini menjabat sebagai orang nomor 1 dilampung yang tentunya citra lampung ada ditangan sang Gubenur.
Rakyat Lampung pun dibuat menjadi gundah - gulana serta merasa prihatin bila perkara dugaan tersebut tidak diungkap sejelas-jelasnya oleh Kejati.
Atas dasar tersebutlah 14 Lembaga Swadaya Masayakat dan OKP yang tergabung dalam Front Lampung Menggugat (FLM) yang belum lama ini kembali turun kejalan menyerukan keluhah serta aspirasinya dikantor Kejati Lampung dalam rangka mendesak sikap tegas Kejati, dan menyayangkan ketidak jelasan sikap Kejati saat ini.
Koordiantor lapangan aksi Front Lampung Menggugat Faqih Sanjaya, mengatakan bahwasannya unjuk rasa yang digelar FLM waktu itu bertujuan untuk mengharapkan birokrasi Lampung yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta penegak hukum yang tegas tanpa pandang bulu.
"Korupsi itu memang menjadi penyakit yang susah untuk dideteksi dan menjadi ancaman bagi kehidupan birokarsi bangsa ini, nah kalo perkara yang sudah terdeteksi mengapa tidak dieksekusi. sehingga hukum itu bisa menjadi obat bukan permainan bagi koruptor," tegas Faqih diruang kerjanya, Sabtu (11/1/2020).
Lanjutnya, Perkara yang mangkrak sudah lebih dari 3 tahun inilah yang menjadi dasar rakyat Lampung tercengang dan bertanya - tanya, mengapa perkara yang merugikan Negara senilai Rp 2.316.450.000 tidak ada kepastian hukum dan justru hal ini dapat menjadikan asumsi negatif masyarakat bahwa dapat diduga Kejati Lampung terdapat unsur permainan dalam menangani perkara.
Adapun tuntutan dari Front Lampung Menggugat (FLM) diantaranya, mendesak Kejaksaan tinggi Lampung yang menangani perkara ini untuk bertindak secara profesional dan bebas intervensi, mendesak Kejati Lampung untuk tidak bermain-main atas perkara di mana kami mendapatkan informasi dari masyarakat adanya dugaan untuk meng SP3 kan perkara tersebut, mendesak Kejati Lampung untuk segera mengambil sikap terkait perkara honorarium itu, mendesak Kejati Lampung agar tidak terkesan jalan di tempat pada perkara terkait dugaan tindak pidana korupsi penetapan besaran honorarium, penyusunan rancangan peraturan daerah, rancangan peraturan Gubernur dan tim evaluasi raperda APBD kabupaten/kota pada sekretariat daerah provinsi Lampung tahun anggaran 2015.
"Jika Kejaksaan Tinggi Lampung masih terkesan jalan ditempat atau masuk angin, maka kami meminta supervisi komisi pemberantas korupsi (KPK) untuk mengambil alih perkara tersebut. selain itu kami juga akan meminta kepada komisi 3 DPR RI untuk ikut memantau perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut, dan yang terakhir kami front Lampung menggugat atas nama masyarakat Lampung mendukung dan mendorong upaya Kejati Lampung untuk segera menuntaskan perkara dugaan tindak pidana korupsi penetapan besaran honorarium penyusunan rancangan peraturan daerah, rancangan peraturan Gubernur dan tim evaluasi raperda APBD kabupaten kota pada sekretariat daerah provinsi Lampung tahun anggaran 2015," terang Faqih.
Disisi lain, praktisi hukum muda Lampung Hermawan yang biasa disapa qiyai, dalam hal ini sebagai Koordinator Presidium Front Lampung menggugat meminta kepada Kejaksaan Tinggi Lampung agar menangani permaslahan ini secara profesional serta terang benderang dan bebas dari intervensi.
"Kami FLM akan terus mengikuti jalannya perkara ini bila tidak ada kejelasan kami meminta supervisi kepada KPK untuk mengambil alih penangannannya, serta kamipun akan berkoordinasi pada KOMISI 3 DPR RI," jelas Hermawan saat ditemui di kantornya, Sabtu (11/1/2020).
Masih menurut Hermawa yang juga ketua DPD KPK TIPIKOR Bandar Lampung ini, pihaknya berharap Kejaksaan Tinggi (KEJATI) Lampung untuk segera mengabil sikap dan tingkatkan ke tingkat penyidikan.
"Kami juga memohon kepada KPK RI untuk dapat mengotrol perkara ini apabila Kejaksaan merasa tidak sanggup, kami meminta kepada KPK RI untuk mensupervisi," tutupnya. (Red/KN)