Advertisement
Ari Nurrohman (Aktivis Muda Pencinta Demokrasi) |
Konkritnews - Kita ketahui palu dimeja hakim Mahkamah Konstitusi sebagi betuk putusan sidang Mahkamah Konstintusi atas sengketa hasil pemilu kususnya hasil pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi pertanda telah terhentinya hiruk pikuk dan gejolak pemilu. Ini dikarenakan apa yang telah menjadi putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, tidak ada banding atau jalur hukum lain.
Menyisakan luka atau meninggalkan kebahagiaan merupakan konsekuensi logis sebuah pertarungan, menang kalah dalam sebuah pertempuran merupakan keniscayaan. Namun ada sebuah kebanggaan tersendiri ketika melihat dua kandidat calon presiden dan wakil presiden diakhir putusan sidang putusan. Dimana kedua belah pihak menunjukan kenegarwanan yang patut diacungi jempol. Kalah legowo, menang jangan Jumawa
Dimana pihak yang kalah menunjukan sikap kenegaarawanan yang luar biasa, dalam pidatonya Prabowo-Sandi mengajak kepada seluruh pendukungnya untuk menghormati hasil putusan MK dan tetap mengajak untuk berjuang memajukan bangsa lewat jalurnya masing-masing. Sementara disusul oleh pasangan Jokowidodo-Ma’ruf Amin yang mengajak kepada seluruh anak bangsa untuk tidak lagi terkotak-kotak karena perbedaan politik dipemilu yang telah usai, semua harus melebur menjadi satu untuk kemajuan bangsa, tidak ada lagi 01 atau 02 yang ada hanya seluruh rakyat Indonesia.
Namun ada yang sedikit hilang dari pengamatan, yang sebelumnya sempat mencuat dan menjadi hingar bingar perbincangan dalam proses pemilu kemarin, salah satunya mengwnai banyaknya penyelenggara pemilu yang kemudian meninggal dunia dalam proses pelaksanaan pemilu. 554 korban meninggal dunia dan 3.788 yang sakit bukanlah angka yang dapat dinafikan begitu saja. Bahkan jumlah korban yang begitu besar ini setara atau bahkan lebih dari korban jiwa akibat bencana alam. Sehingga muncul pertanyaan dalam siapa pemeneng pemilu sebenarnya ?
Sejak diberlakukanya UU No 7 tahun 2017 yang mengharuskan pilpres dan pileg dijadikan menjadi satu tentunya beban kerja penyelenggara pemilu juga semakin besar. Memang kita akui bahwa penyelenggara pemilu sudah bekerja keras baik dalam proses pelksanaan proses pencoblosan ataupun saat proses pembuatan aturan dalam hal ini bentuk teknis pelaksanaan UU no 7 Tahun 2017.
Misalnya dalam aturan UU no 7 Tahun 2017 Buku 1 Bab 2 pasal 2, 3 dan 4 Tentang asas, prinsip dan tujuan pemilu dilaksanakan.Dalam pasal 3 poin J dan K terdapat prinsip pemilu yaitu efektif dan efisian yang kemudian dipasal 4 poin E tujuan pemilu adalah mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien belum diejawantahkan sepenuhnya oleh penyelenggara pemilu. Terlebih aspek pelaksana itu sendiri.
Upaya lain dalam menafsirkan pemilu yang efektif dan efisien yang sempat menjadi perbincangan dalam proses pemilu kali ini diantaranya pengurangan jumlah pemilih di setiap TPS dimana merujuk pasal 350 ayat 1 UU no 7 tahun 2017 dimana dalam pasal tersebut menyebutkan pemilih di setiap TPS berjumlah 500 orang diperkecil menjadi 300 orang per TPS. Yang kedua mengenai jenis kotak suara dan yang ketiga rencana perhitungan serentak antar pemilu yang dilaksanakan didalam Negeri dan di Luar Negeri agar pemilu kali ini lebih efektif dan efisien.
Memang ada yang luput dari penafsiran pemilu yang efektif dan efisien dan ini diketahui setelah proses pemilu itu sendiri, yaitu besarnya beban kerja penyelenggara di tingkatan KPPS, PPS dan PPK sehingga angka kematian sangat tinggi, yang seharusnya menjadi berita duka cita bagi seluruh bangsa Indonesia.
Harapanya kedepan proses pemilu yang sudah memakan banyak korban ini tidak terulang kembali. Perlu dikaji ulang mengenai proses pelaksanaan pemilu. Solusinya dengan menkaji ulang aturan mengenai pelaksanaan pemilu terlebih mempertimbangkan aspek beban kerja yang seimbang yang tidak mengilangkan asas, prinsip dan tujuan pemilu. Baik dikaji jumlah anggota KPPS, batasan waktu pelaksanaan dan jumlah pemilih disetiap TPS. Dan yang lebih penting penyelenggara pemilu bekerja sama pihak-pihak lain misalnya lembaga pemerintah atau swasta yang menangani masalah medis.
Penulis: Ari Nurrohman (Aktivis Muda Pencinta Demokrasi)