Advertisement
Lampung - Pengadilan Negeri (PN) Kalianda menerbitkan aanmaning (peringatan terhadap tergugat agar melaksanakan putusan pengadilan) atas lahan milik PTPN VII Unit Bergen di Afdeling Kulon Rowo, Sidodadi Asri, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan. Surat bernomor 26/Pdt.P.Eks/2018/PN Kla tanggal 2 Agustus 2018 itu ditujukan kepada 424 kepala keluarga yang telah menguasai lahan tersebut tanpa hak sejak 1999.
Langkah hukum PN Kalianda ini dilakukan setelah PTPN VII sebagai pemilik sah lahan seluas 435 hektare tersebut mengajukan permohonan sita eksekusi. Surat ini dilayangkan Perusahaan Milik Negara ini karena proses hukum yang dilakukan pihaknya sudah sah dan berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah Mahkamah Agung memenangkan PTPN VII sebagai pemilik sah.
“Surat permohonan sita eksekusi itu kami ajukan ke PN Kalianda pada 22 Juli 2018. Dan alhamdulillah, pihak PN Kalianda telah menerbitkan aanmaning pada 2 Agustus 2018. Kabarnya, pihak PN sudah memanggil para tergugat secara maraton, yaitu 424 kepala keluarga yang menduduki lahan PTPN VII, untuk diberi pengertian tentang keputusan MA yang sudah inkracht tersebut,” kata Yessi Plofesi Kepala Bagian UKB PTPN VII.
Soal kronologis sengketa lahan seluas 435 hektare itu, Yessi Plofesi menjelaskan, berawal dari merebaknya aksi massa imbas dari krisis pada 1997. Pada 1999, sejumlah oknum masyarakat menduduki lahan kelapa sawit milik PTPN VII Afdeling Kulon Rowo secara paksa. Mereka mengusir pekerja, mengkaveling-kaveling lahan, menebangi pohon kelapa sawit, dan mendirikan gubuk-gubuk darurat.
Penguasaan aset negara tanpa hak yang dilakukan secara anarkis itu tidak dapat dicegah. Untuk menghindari konflik fisik, kata Yessi, PTPN VII mengajukan gugatan secara hukum melalui PN Kalianda pada 9 Juli 2001. Pihak tergugat adalah oknum masyarakat yang teridentifikasi berjumlah 424 kepala keluarga yang menduduki lahan dimaksud.
Yessi Plofesi menambahkan, lahan seluas 435 hektare di Afdeling Kulon Rowo ini adalah bagian dari lahan HGU milik PTPN VII Unit Bergen seluas 3.774 hektare yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tercatat dalam portal asset Kementerian BUMN. Letak Afdeling ini lokasinya terpisah dari lahan induk, dan berada di sekitar permukiman warga.
Proses hukum bertingkat atas sengketa ini terus berlanjut dengan saling melakukan banding. Terakhir, pihak PTPN VII melakukan upaya hukum terakhir ke Mahkamah Agung.
“Alhamdulillah, pihak MA mengabulkan upaya hukum kami dan telah menetapkan aset negara seluas 435 hektare Afdeling Kulon Rowo itu tetap milik PTPN VII. Ini sudah keputusan tetap atau inkracht. Keputusan Mahkamah Agung itu Nomor 742K/Pdt/2004 tanggal 22 Agustus 2004. Atas dasar putusan itulah kami mengajukan permohonan sita eksekusi, dan PN telah menerbitkan aanmaning,” kata Yessi Plofesi.
Mengenai lamanya waktu antara Putusan MK dengan permohonan eksekusi, Agus mengatakan tidak ada ketentuan waktu. Pihak perusahaan, kata dia, mencari momen yang tepat dengan mempertimbangkan segala aspek yang bisa berakibat kurang baik kepada semua pihak.
“Kami akui, Putusan MK itu sudah lama inkracht, tetapi untuk melakukan upaya hukum berupa sita eksekusi, terlebih melibatkan banyak sekali oknum masyarakat, kita butuh momen yang tepat. Kami tidak ingin ada ekses negatif dari penegakan hukum ini. Dalam tenggang waktu itu, juga kami gunakan untuk pendekatan persuasif kepada tergugat. Dan, sekarang adalah saat yang tepat,” kata dia.
Menurut Yessi, dengan terbitnya aanmaning, pihak PN Kalianda sudah melakukan pemanggilan kepada para tergugat untuk diberi pengertian. Pihak PTPN VII juga menyerahkan kepada PN Kalianda untuk menentukan waktu yang tepat dilakukan sita eksekusi.
“Yang pasti, karena kita adalah negara hukum, jadi apapun keputusan hukum yang berlaku, kita harus tunduk. Karena keputusan hukum tetap memberikan hak kepada PTPN VII, maka itu harus dipatuhi,” kata dia. (*)